Kursi merupakan salah satu perabot tertua dan utama di masyarakat. Kursi baru umum dipakai pada abad XVII. Sebelum adanya kursi, orang-orang biasanya menggunakan peti kayu atau potongan kayu yang besar sebagai tempat duduk. Benda-benda tersebut sangat besar dan berat sehingga sulit untuk dipindahkan. Oleh karena itu, manusia mulai berpikir untuk membuat suatu benda yang lebih efisien dan akhirnya terciptalah kursi.
Pada saat awal ditemukan, kursi merupakan simbol kekuasaan dan martabat. Misalnya pada masyarakat Mesir Kuno (3110-1070 SM). Kursi untuk raja terbuat dari mahak, entah itu kayu hitam, gading, atau kayu berlapis emas, diukir atau dicat cerah, lalu dibalut kain mahal atau kulit binatang. Ujung kaki kursi biasanya serupa kaki binatang, lengkap dengan cakar atau kukunya.
Serupa dengan Mesir, pada masyarakat Yunani Kuno, (110-400 SM), kursi menentukan status sosial pemiliknya. Namun, bangsa itu sempat menemukan model kursi ‘klysmos’ yaitu kursi tanpa tangan yang berbentuk khas, dua kaki depannya melengkung seperti huruf C menganga ke depan, sebaliknya dua kaki belakangnya seperti hurup C menghadap ke belakang. Sandarannya pun melengkung dan dudukannya terbuat dari tali. Kursi tersebut kembali populer pada awal abad XIX dan XX.
Berbeda lagi dengan Bangsa Romawi kuno (700-400 SM), walaupun banyak meniru gaya Yunani, mereka memiliki ciri tersendiri dengan lebih banyak menggunakan perunggu dan perak. Bangsa Romawi berhasil mengembangkan dingklik menjadi curule yaitu bangku yang sering diduduki hakim. Curule biasanya dari gabungan kayu dengan gading atau logam yang dicor. Model curule bertahan sampai Abad Pertengahan (400-1300 M). Kemudian disusul dengan kursi dengan sandaran, panel samping yang tinggi, atau kanopi dari kain damask atau beludru. Panel dan kanopi itu sebagai penangkal tiupan angin.
Di Jepang, India, dan Cina -terutama pada Dinasti Han (202-200 SM)- telah dihasilkan perabot oriental yang bernilai seni tinggi. Pengrajin Cina terampil menyambung antar bagian tanpa paku atau pasak, dan jarang sekali menggunakan lem. Caranya, ujung-ujung di bagian sambungan dipahat dengan sangat terampil, sehingga bisa masuk satu sama lain.
Di Abad Pertengahan keterampilan orang Eropa dalam membuat perabot merosot tajam. Untuk menutupi ketidakterampilannya, pengrajin mengecatnya atau melapisinya dengan emas.
Pada abad XVI, ditemukanlah kursi santai dengan bagian dudukan, sandaran punggung, dan tangan yang diganjal dan dilapisi kain. Kain pelapis biasanya dari wol, kain bersulam, atau bahan permadani.
Abad XIX, kursi merefleksikan pesatnya perkembangan teknologi. Tahun 1928 Samuel Pratt mematenkan kursi buatannya yang pertama kali menggunakan pegas dari kawat besi atau baja yang akhirnya diterapkan pada kursi santai sehingga menjadi lebih nyaman.
Pada abad XX, plastik dikenal sebagai materi baru untuk kursi. Plastik memang sangat fleksibel untuk segala hal.